Mencari Peluang Pasar
Pada Bulan November, Yayasan Tambuhak Sinta memaparkan hasil Analisis Rantai Nilai tentang potensi ekonomi purun bagi pemangku kepentingan. Kegiatan ini berlangsung di Kantor Kecamatan Jabiren Raya yang mempertemukan sekelompok kecil petani purun dan penenun dari desa, serta beberapa pembeli purun, perwakilan pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya dari Kalimantan Tengah. Diskusi yang hangat membahas tentang langkah-langkah yang perlu diambil untuk mempromosikan mata pencaharian yang berkelanjutan dan ramah gambut, khususnya terkait dengan pengolahan purun di Desa Tumbang Nusa.
Pagi itu, tepat pada pukul sembilan, seorang wanita berambut putih mengenakan kemeja batik dan tas anyaman dari purun (rumput liar tinggi di rawa yang biasa digunakan untuk menenun) bergegas masuk ke dalam ruangan seolah tidak mau ketinggalan apa pun yang mungkin penting bagi hidupnya. Dia adalah Indu Muei, seorang petani purun dari Tumbang Nusa. Pakaiannya masih basah sampai lutut, karena desa itu terendam banjir. Dia dan petani purun lainnya harus melakukan perjalanan dengan kelotok (sampan kayu lokal) hanya untuk mencapai jalan raya provinsi. Dan di sini, truk-truk mengantri untuk menerobos banjir yang semakin tinggi. Banjir besar menerjang sepanjang jalan raya provinsi.


Mempromosikan Produk Purun
Meski telah berusia 67 tahun, Indu Muei masih terlihat sangat antusias saat datang membahas pemanfaatan tanaman ini untuk membuat kerajinan desa. Dia pertama kali menjadi pengrajin purun lima puluh tahun yang lalu, ketika dia baru berusia 17 tahun. Saat itulah purun sengaja ditanam oleh orang tuanya di Desa Tumbang Nusa. Namun ia juga terlihat sedih saat mendengar anak muda di desa tersebut tidak lagi berminat membuat produk purun.
Penyebab ketidakpastian ekonomi ini terletak pada akses pasar produk purunnya yang tidak dapat diandalkan, dan karena sangat sedikit pihak yang bekerja sama dengan petani untuk mengembangkan masa depan ekonomi purun di desa. Ketidakpastian saat ini dalam mengakses pembeli membuat masyarakat di desa tidak ingin lagi mengandalkan purun sebagai sumber pendapatan utama meskipun potensi ekonominya sangat besar jika dipasarkan dengan baik.

Membutuhkan Lebih Banyak Dukungan
Indu Muei telah menenun produk purun secara konsisten selama 50 tahun terakhir untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Ia mengatakan kepada kami bahwa pengembangan kerajinan berbasis desa ke depannya akan tergantung pada kegiatan dukungan yang dilakukan oleh sektor swasta dan pemerintah. Kegiatan tersebut dapat secara dramatis meningkatkan permintaan produk purun. Namun sayangnya, di masa pandemi saat ini, pembatasan aktivitas masyarakat berdampak sangat serius bagi para pemanen dan perajin di desa tersebut. Saat ini, ia hanya mampu menjual sekitar lima produk purun per bulan.

Panen Melalui Banjir
Selain itu, ada beberapa tantangan dalam panen purun. Salah satunya adalah perubahan musim pada curah hujan. Selama musim kemarau, lokasi panen menjadi sulit diakses. Perahu tidak bisa sampai ke sana, jadi orang harus membawa bedeng (ikat) purun di pundak mereka. Ini tidak mudah karena dirawa-rawa. Dan saat musim hujan, ketinggian air juga menyulitkan, karena para pemanen harus berenang dan menyelam untuk memotong alang-alang.

Menghadapi Masa Depan yang Tidak Pasti
Tantangan lain yang dihadapi oleh produsen desa adalah persaingan yang sangat ketat dari provinsi tetangga Kalimantan Selatan, di mana teknologi pengolahan purun lebih maju jika dibandingkan dengan pengolahan manual yang dilakukan di Tumbang Nusa.
Akibatnya, terjadi perbedaan harga produk jadi yang cukup besar, sehingga pembeli dan investor lebih memilih membeli produk buatan Kalimantan Selatan. Untuk itu, Indu Muei berharap para petani purun Desa Tumbang Nusa akan lebih banyak mendapatkan kontribusi dari pihak pemerintah, swasta, dan LSM untuk membantu masyarakat membangun mata pencaharian ramah gambut ini dan meningkatkan perekonomian mereka.
Saat kami mengantarkan Indu Muei pulang, kondisi di desa cukup parah. Banjir telah menggenangi rumah-rumah penduduk, memaksa mereka untuk tinggal di gubuk-gubuk kecil hingga air surut. Pada musim seperti ini, para petani purun biasanya menerima pesanan dalam jumlah besar dari pembeli, namun karena curah hujan yang tinggi dan banjir tahun ini, sangat sulit bagi para petani untuk mengakses sumber daya yang berharga dan berkelanjutan ini.

Perencanaan untuk Sukses
Pembahasan temuan Analisis Rantai Nilai merupakan langkah awal menuju pembuatan rencana aksi lokal untuk meningkatkan akses ke pasar. Berdasarkan partisipasi masyarakat dan para pengambil keputusan pemerintah pada acara tersebut, kami merasa positif bahwa langkah-langkah lebih lanjut dapat diambil di masa depan yang akan lebih terukur dalam membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui panen purun dan pembuatan produk tenun.