RUMAH WALET MEMBAWA PENDAPATAN CEPAT BAGI PETANI SKALA USAHA KECIL DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN

Rumah walet adalah bisnis besar bagi petani kecil di lahan gambut

Memulai

Andri Thomas sedang mengotak-atik peralatan stereo dan menyesuaikan rekaman burungnya. Dia memeriksa ulang baterai dan pasokan listriknya. Ruangan di bagian bawah rumah burung waletnya tampak mirip dengan laboratorium. Sejumlah jurnal sains berbahasa Inggris berserakan di atas meja.

Thomas memainkan rekaman suara yang ia rekam sendiri untuk burung waletnya

Thomas adalah seorang konservasionis dan pada awalnya tidak tertarik untuk memelihara burung walet. Namun dia tertarik pada aspek pendapatan dari bisnis ini pada tahun 2014, ketika dia mengetahui bahwa produsen lokal mendapatkan hingga 18 juta rupiah per kilogram untuk sarang mereka.

“Setelah mengetahui bahwa teman saya memperoleh 5 juta rupiah hanya dari 0,3 kilogram sarang burung walet, saya mulai memeriksa sendiri harga dan pasarnya. Awalnya masuk ke bisnis ini hanya soal uji coba saja, tapi begitu saya memulai dengan benar, saya menyadari banyak hal yang perlu dipelajari untuk menjadi seorang produsen,” jelas Thomas.

Mengumpulkan modal dan bahan

Butuh satu tahun baginya untuk menabung cukup uang untuk memulai bisnisnya. Selain mengumpulkan modal yang dibutuhkan, ia juga menyempatkan diri untuk mengumpulkan bahan bangunan terutama kayu. Bahan bangunannya mudah didapat, dan Thomas membangun unit pertamanya dengan biaya 80 juta rupiah. Meski hanya memiliki tapak kecil berukuran 4 X 8 meter, namun bangunan tersebut memiliki empat lantai.

“Untuk kayu, saya memilih hanya menggunakan meranti (Shorea sp.) yang bagus karena tahan lama dalam jangka panjang. Anda tidak bisa sembarangan memilih kayu. Anda harus memikirkan kualitasnya,” tambahnya.

“Pada awalnya, dinding hanya terdiri atas satu lapisan pelapis, tetapi saya segera menyadari bahwa ini tidak akan cukup. Untuk kontrol suhu dan kelembaban yang optimal, dinding harus memiliki lapisan papan kedua di dalamnya, serta foil insulasi. Penambahan lapisan tersebut mengeluarkan biaya sejumlah 55 juta rupiah lagi, sehingga total biaya menjadi 135 juta. Tetapi setelah menyelesaikan rumah burung walet pertama saya pada tahun 2017, saya melanjutkan untuk membangun yang kedua pada tahun berikutnya, dengan biaya yang hampir sama.”

Bagian dalam kelongsong di rumah walet pertama terbuat dari papan kayu

Peneliti Gambut Kita menemukan bahwa meskipun banyak unit yang lebih murah dilapisi dengan papan kayu atau lembaran logam, beberapa bangunan terbesar dibuat dari beton dengan biaya yang jauh lebih tinggi. Namun, modal yang dibutuhkan untuk membangun rumah walet kecil biasanya bervariasi antara 100-400 juta rupiah, tergantung ukuran unit dan kualitas bahan bangunan.

Menunggu burung-burung

Mencoba membangun koloni burung walet sedikit terasa seperti berjudi. Beruntungnya, Thomas menemukan bahwa delapan burung walet tinggal di rumah waletnya setelah dua minggu pertama pembukaan bisnis. Pada akhir bulan pertama, terdapat dua puluh burung walet yang tinggal. Akan tetapi, populasi tidak tumbuh lebih banyak selama dua tahun pertama. Meskipun demikian, Thomas memutuskan untuk menunggu semua bayi burung tumbuh dan terbang sebelum mengambil sarang mereka. Dia percaya bahwa tingkat regenerasi populasi akan lebih tinggi dengan teknik ini, sehingga jumlah burung walet akan bertambah banyak.

“Meskipun saya tidak benar-benar ingin duduk dan menunggu, saya membiarkan rumah kedua tanpa gangguan selama empat tahun sebelum memanen satu pun sarang. Tapi menunggu tidak membuat perbedaan apa pun pada jumlah populasi, karena persaingan dengan rumah walet di sekitar. Saya hanya menunggu karena saya melihat teman yang langsung mulai memanen memiliki kesulitan untuk memperbesar koloninya,” ujarnya.

Di alam, burung walet suka bersarang di dalam gua di kawasan hutan

Membuat burung walet merasa seperti di habitatnya

Penggunaan suara walet yang direkam sebelumnya sangat penting karena memberikan stimulus yang mengundang burung untuk masuk dan tinggal. Sistem suara (sound system) harus menyala terus-menerus, agar burung-burung tersebut mendapat kesan bahwa mereka hidup dalam koloni besar di habitat aslinya.

Untuk memulainya, Thomas membeli salah satu dari banyak rekaman komersial yang tersedia. Akan tetapi, walaupun membayar 2 juta rupiah untuk itu, rekaman malang itu tidak memiliki efek yang terlihat. Rupanya, ini adalah masalah umum, karena banyak rekaman yang lebih berisik sering kali tidak berfungsi.

Oleh karena itu, ia beralih ke literatur ilmiah, dan akhirnya merekam suara walet alami dengan ponselnya sendiri. Rekamannya tersebut lebih tenang dan tampaknya bekerja dengan baik.

“Saya tahu burung akan stres jika ada keheningan. Misalnya, jika mereka kembali ke rumah dan tidak ada suara untuk menyambut mereka, mereka pasti akan berteriak sebelum masuk. Kalau tidak ada suara, juga ada risiko pindah ke lokasi lain,” jelasnya.

Walet membuat sarangnya dari air liurnya sendiri

Memberi makan pasar

Thomas memanen sarangnya setiap dua bulan, mendapatkan sekitar 500 gram per panen. Seperti kebanyakan produsen, Thomas tidak memproses atau meningkatkan kualitas sarang yang dia kumpulkan. Namun ia biasanya menghubungi beberapa kolektor di Palangka Raya untuk membandingkan harga yang akan mereka tawarkan. Pengepul menjual sarang di Banjarmasin, dan kemudian akan dikirim ke Surabaya atau Jakarta untuk diekspor.

Bahkan, produsen mendapatkan harga yang sedikit berbeda untuk kelas yang berbeda. Sarang yang dianggap memiliki kualitas terbaik adalah sarang berwarna putih, dengan harga di tingkat petani mencapai 12 juta rupiah per kilogram. Harga untuk sarang kuning sedikit lebih rendah: antara 8–11 juta tergantung pada bentuk, kualitas, kekeringan dan kebersihannya. Warna sarang dipengaruhi oleh banyak faktor; termasuk kelembaban, apa yang dimakan burung, dan musim.

Peneliti Gambut Kita menemukan bahwa sebagian besar rumah burung walet mulai bisa memproduksi rutin dalam dua tahun pertama, dengan produksi sarang rata-rata 0,1 – 0,5 kg per bulan per rumah burung walet; menjadikannya proposisi yang menarik bagi petani yang siap untuk bertaruh. Namun masalah biasa yang harus diantisipasi termasuk hama seperti tokek dan semut, serta sambaran petir dan pencuri.

Sepasang burung walet Pusipaga (Collocalia fuciphaga) yang sedang kawin di sarang yang baru dibuat
Keranjang anyaman tempat bersarang digantung tinggi di dinding di dalam unit
Burung walet membuat sarang yang sangat kecil dan ringan yang dihargai sangat tinggi karena khasiat kesehatannya
Facebook
Email
Twitter
LinkedIn
WhatsApp