Budidaya Rotan
Rotan (Calamus sp.) tumbuh subur di kebun hutan Desa Pilang. Tanaman rotan merambat ke pohon dan menggantung dari cabang atas berbentuk pipa air yang memanjang. Menurut Mury Isa (63 tahun), warga Desa Pilang, rotan menjalar siap panen meski masih terlindung kulitnya yang hijau dan berduri indah.

Meski tumbuh liar di hutan, sebagian besar warga Desa Pilang juga membudidayakan varietas bagus di kebun rotan tradisional mereka. Mury mengatakan dia hanya mengambil bibit rotan liar dan menanamnya di lahan karetnya: “Tebarkan saja di tanah, tidak perlu pupuk, rotan akan tetap tumbuh.” Untuk memastikan kualitas rotan, Mury hanya memotong rotan pemanjat yang lebih tua dan matang. Menurutnya, butuh waktu sekitar enam atau tujuh tahun agar rotan tumbuh panjang dan lebat hingga bisa dipanen.

Pemanenan Rotan
Mury mengayunkan parangnya, dan memotong pangkal pohon rotan yang menggantung di dahan pohon karet tua. Memanen rotan dengan cara ini disebut 'manetes' dan pertama-tama melibatkan pemotongan rotan, dan kemudian secara bertahap mengupas kulitnya sambil menariknya dari pohon.

Tangan kiri Mury mencengkeram salah satu ujung rotan dengan erat. Tangan kanannya dengan terampil memegang parang untuk mengupas kulit berduri. Begitu dia bisa menangani pokok rotan dengan aman, dia menariknya sekuat yang dia bisa. Dia kemudian mengupas kulit berduri yang berbahaya itu, membuat rotan putih bersih terlihat di dalamnya.

Poles Rotan
Setelah memanen beberapa tanaman rambat, Mury membawa rotan tersebut ke rumahnya untuk tahap kedua (maruwih) yaitu memoles rotan. Untuk melakukan itu, ia menggunakan sebatang bambu khusus yang diikat erat ke pohon agar stabil. Dia juga memakai sarung tangan khusus untuk memegang rotan. “Kalau tidak hati-hati, telapak tangan akan sakit saat menarik rotan,” kata Mury.

Mury memasukkan salah satu ujung rotan ke tiang bambu. Kemudian dia menarik setiap panjang rotan melalui lubang bambu berulang kali, sampai lapisan luarnya bersih. Setelah dipoles, tongkat rotan tampak berwarna putih gading. Penampilan tongkat itu jauh lebih bersih sekarang.


Memanen, mengupas dan memoles rotan setengah jadi dengan cara ini telah menyediakan mata pencaharian yang berkelanjutan bagi penduduk desa Dayak di Kalimantan selama beberapa generasi. Namun sayangnya, ukuran pasar lokal serta harga lokal untuk produk ini menyusut drastis sejak Indonesia melarang ekspor rotan setengah jadi pada tahun 2012.
Kerajinan Rotan
Mury adalah salah satu dari sedikit penenun rotan yang tersisa di desanya, namun jika ia tidak berniat menggunakan rotan itu sendiri, ia hanya akan menjualnya ke tengkulak seharga Rp 215.000 per batang. Bahkan, ia berkata bahwa tak banyak lagi orang yang mau menganyam rotan.
“Orang dewasa lebih suka menjual rotan langsung ke tengkulak, dan remaja tidak lagi tertarik menganyam rotan,” kata Mury. “Kebanyakan orang di desa hanya akan menjual rotan setengah jadi daripada meluangkan waktu untuk membuatnya menjadi produk anyaman seperti saya,” ujarnya.




Pembelahan batang rotan putih dilanjutkan dengan pencelupan warna dan kemudian dianyam
Mury sangat terampil menganyam rotan. Dia tidak hanya menenun motif tradisional tetapi juga menciptakan warna-warna cerah dengan menggunakan metode tradisional. “Saya hanya menggunakan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan di hutan”, jelas Mury, “Saya tidak pernah menggunakan pewarna kimia”.


Ibu Mury memamerkan beberapa hasil tenunnya
Selain membuat alas lantai dekoratif, Mury memproduksi tas, dompet, topi, dan keranjang. Harga produk tenunnya bervariasi antara Rp100.000 dan Rp300.000.


Tas rotan untuk pasar ekspor
Mury menjual produknya secara lokal, dengan memajangnya di kios penjualannya di halaman depan rumahnya. “Wisatawan sering datang ke desa kami dan mereka akan singgah untuk membeli kerajinan tangan saya,” kata Mury. Untungnya, anak-anaknya juga membantunya berjualan melalui media sosial. Itu membantunya menjangkau pembeli lokal di sekitar Kota Palangka Raya dan di daerah lain.
Dia tidak bisa mengatakan berapa banyak keuntungan yang dia hasilkan dalam satu bulan. Ia menenun tanpa menetapkan target bulanan. “Begitu satu buah selesai, saya langsung taruh di kios atau saya berikan ke anak saya untuk dijual di Palangka Raya,” terangnya.