Pakis, tanaman paku-pakuan yang dapat dikonsumsi dan tumbuh di lahan gambut dan di sepanjang bantaran sungai, merupakan sumber makanan sehari-hari yang bergizi di Kalimantan Tengah. Di Desa Tumbang Nusa, penduduk perlu menyusuri sungai selama sekitar satu jam hanya untuk mengumpulkan pakis – dan kemudian menyajikan semangkuk pakis di dapur mereka.

Garinda (48) adalah seorang ibu rumah tangga yang sering mengumpulkan pakis yang bisa dikonsumsi ini di sepanjang tepi sungai bersama keluarganya. Dia mengatakan cuaca panas tidak terlalu mengganggunya, dan bahwa ibunya dan semua generasi yang lebih tua selalu memanen pakis dengan cara yang sama.
Dia tidak berbicara banyak selama di perahu, bahkan kepada putranya. Dia hanya menikmati angin sepoi-sepoi yang sejuk sambil mengawasi sepetak pakis yang bagus. Dia tampaknya memiliki nalar yang tajam untuk itu.
"Sudah mulai dekat, kita akan berhenti di sini," katanya kepada pengendara.
Lalu tiba-tiba dia melompat dari perahu dan berlari setengah jalan menuju sepetak semak belukar. Di bawah terik matahari, dia memetik pucuk-pucuk itu dengan gerakan tangan yang lincah.

“Kami hanya bisa memanen pakis setiap tiga hari sekali. Kalau terus dilakukan setiap hari, tidak akan baik untuk pakisnya dan tekstur daun pakis mengeras,” tambahnya.
Ia menjelaskan, masyarakat desa mengidentifikasi tiga jenis pakis yang dapat dimakan: bajai (Diplazium esculentum), kelakai (Stenochlaena palustris), dan lampasau (Diplazium esculentum Swartz). Bedanya, yang pertama berwarna hijau dan hanya tumbuh di sepanjang bantaran sungai. Yang terakhir, di sisi lain, berwarna merah, dan biasanya hanya ditemukan tumbuh di tanah gambut.
“Bagi kami yang paling enak adalah bajai, lalu kelakai. Lampasau juga enak tapi teksturnya agak keras dari yang lain,” ujarnya.
The roots of the edible ferns are also considered to be herbal treatments for a variety of illnesses. The Dayak people of Tumbang Nusa believe the roots to be useful for treating asthma and heart disease and have used them in this way from generation to generation.

Selain mencari pakis untuk membantu menghidupi keluarganya, Garinda juga menjual sebagian hasil panennya di pasar sayur setempat. Dia bisa memanen 100 hingga 200 tandan pakis dalam sehari.
Setelah 30 menit memetik bajai, dia meminta sopir perahu untuk pindah ke lokasi lain. Dan wajahnya menjadi cerah ketika dia menemukan sepetak pakis yang lebih segar di lokasi berikutnya. Pakis segera mengisi embernya sampai penuh, jadi sudah waktunya untuk pulang dan memasak.
Hanya kelezatan
Garinda menjelaskan bahwa resep memasak pakis sangat sederhana. Cukup tambahkan garam, cabai, dan bawang putih. Dan beberapa generasi tua juga menggunakan daun kelapa untuk mendapatkan rasa yang lebih asin.
Pakis bisa ditumis atau direbus saja. Rebung juga dapat dicampur dengan pucuk pakis. Dan santan juga digunakan oleh mereka yang lebih menyukai kuah yang gurih.

Informasi Nilai Gizi
Menurut Irawan dkk. (2006), kalakai mengandung Fe konsentrasi tinggi (41,53 ppm), Cu (4,52 ppm), vitamin C (15,41 mg/100g), protein (2,36 persen), beta karoten (66,99 ppm), dan asam folat (11,30 ppm).
Referensi: Irawan, Daisy & Wijaya, Christofora & Limin, Suwido & Hashidoko, Yasuyuki & Osaki, Mitsuru & Kulu, Ici. (2006). Ethnobotanical study and nutrient potency of local traditional vegetables in Central Kalimantan. Tropics. 15. 10.3759/tropics.15.441